April, 16th 2013
Malam ini, karena sendirian di
rumah dan bingung mau ngapain, kubuka netbook kesayanganku. Ku putar jet audio
dan mendengarkan lagu kesukaan diiringi gerimis malam, tapi, rasanya ada yang
kurang. Kuputar otakku kalau bisa membunuh sepi yang mulai menggelayuti hatiku.
Halah, opo jane. Prolog yang gak penting sekali sepertinya. Senyumku mengembang
taadaaa aku ingat sesuatu. Ku buka tas yang biasa ku pakai kerja. Hemm dimana
sih kok gak ada? Ku obrak-abrik isi tasku semua ku keluarkan tapi yang kucari
sepertinya gak ada. Sambil sesekali balas comment di facebook aku mencari
‘barang’ ku itu. Apa ia flashdisk harus tak kasih gantungan gede biar gak lupa.
Ketinggalan di kantor pasti ini. oke, whateverlah bukankah ini masalah terbesar
ketigamu setelah aneh dan panik’an, sepertinya aku melupakan yang ketiga juga.
Hahaha.
Hari ini, aku ingin bicara
tentang Kartini Masa Kini seperti statusku kemarin. Sebenarnya ini berawal dari
cerita temanku kantor yang kebingungan mencari baju adat untuk anaknya, katanya
akan ada lomba keluwesan untuk anak-anak TK demi menyambut Hari Kartini. Aku
pun senyum-senyum sendiri. Dalam bayanganku anak-anak TK yang lomba Keluwesan
itu pasti sangat lucu sekali. Cerita jadi semakin seru ketika kami berbagi
cerita tentang hari Kartini ku dulu dan Kartini teman-temanku.
Sebenarnya seperti apa sih
Kartini itu, kenapa kelahirannya saja heboh sekali kita menyambutnya.
Emansipasi yang selalu digembar-gemborkan orang itu seperti apa? Memangnya anak
TK ngerti apa itu emansipasi. Otakku ini sepertinya sudah konslet. Pasti banyak
yang protes ketika membaca pertanyaanku ini. Kartini jaman dulu seperti apa
dia? Kenapa habis gelap terbitlah terang begitu terkenal di oleh anak-anak
jaman sekarang. Padahal bisa tak jamin belum ada anak jaman sekarang yang
mungkin sudah baca kumpulan surat-surat Kartini itu. Dan kalaupun ada pasti
otaknya sama konsletnya kayak aku. Maaf ini pengecualian untuk orang yang gila
sastra ya?
Karena begitu membaca beberapa
penggalan suratnya beberapa menit saja tak terhitung berapa kali tanganku
memegang kepalaku. Bingung. Sebenarnya Kartini itu kaum
liberalis,filosofis,agamis, atau apa. Pemikirannya jujur saja sangat berani
menurutku untuk ukuran seorang wanita bangsawan yang harus di pingit di usia 12
tahun pada jamannya. Ia mungkin seorang Einsteinnya Indonesia yang GILA
kerennya setengah hidup. Bukan setengah mati karena terbukti kata Emansipasinya
mampu menyihir para wanita sampai sekarang.
Itu kenapa kemarin aku
mengangkatnya jadi status di facebookku. Emm, seperti ini kira-kira statusku
‘Kartini masa kini itu seperti apa? #buat yang ngerasa cewek please commentnya
donk’. Ku tunggu beberapa menit, Cuma beberapa like dari kaum adam haha, maaf
bukan maksudku diskriminasi tanya untuk cewek doang. Suerrrr. Kembali ke
status, sorry waktu itu pake pc bukan laptop. Hehe. Selang beberapa menit ada
komentar dari temanku kerja tapi mengecewakan jawabannya menurutku. Masak
KONDENAN, what the hell?? Apa ini maksudnya? Mentang-mentang Kartini dulu pake
Konde di kepala atau dia ingin pake Konde sih? Oo, is not good girls. Apa gak
ada jawaban yang lebih bermutu sedikit? Ups,,, Peace mbak Syahdu...
Tak berapa lama, ada tetanggaku
yang komentar. Jujur, ini lebih bermutu dari jawaban Kondenan’nya mbak syahdu.
Wah kalau dia baca pasti cengar-cengir bangga tak bilang bermutu. Hihi, mungkin
setelah menulis ini dan menshare nya aku tak akan bisa hidup tenang gara-gara
ucapanku ini. inti dari tulisannya adalah wanita tak harus selalu dirumah, tapi
punya pekerjaan sendiri dan urusan rumah tangga bisa dikerjakan sama-sama
dengan suaminya. Wahhhh, kalau para suami berfikir seperti itu gimana ya??
Hihi, senyum-senyum sendiri efek negatif dari gajian telat.. #apa hubungannya?
Hahaha..
Setuju saja rasanya tak cukup
deh, sedelapan setengah aja ya budhe? Hoho, tapi, pembicaraanku dengan
tetanggaku ini malah ngelantur sampe perjanjian pra nikah. Hemmm, jangan
positif thingking ya teman, saya belum mau nikah kok tenang saja. Soalnya
gara-gara baca cuplikan surat Kartini itu aku malah mikir dua kali untuk
menikah. Lah kok bisa? Bagaimana tidak, gara-gara tulisan Kartini itu aku jadi
berpikir bahwa ketika Kartini menikah ia malah terbelenggu tak bisa
mengeluarkan pendapat dengan bebas lagi. Ditambah komentar dari sahabatku di
sekawan binahong yang bilang kalau Kartini Masa Kini itu INDEPENDEN tak suruh
menjelaskan lebih rinci malah cuman jawab Merdeka=Mandiri apa coba?
Setengah-setengah ngasih penjelasan.
Ngulik tentang Kartini ku
obrak-abrik mbah google mencari pencerahan hahaha, “illuminate” coba tebak ada
di novel karya siapa? Jadi pengen baca angel and demon lagi deh, dan lagi masih
belum ketemu dimana kusimpan film bajakannya. Sepertinya masalah keempatku
adalah aku suka ngelantur, lagi-lagi jadi inget sinopsis yang ditulis orang di
blog tentang novel fantasi Icylandar yang katanya banyak ujug-ujugnya itu.
Kembali ke Kartini kasihan donk ia udah nunggu.
Untung saja kutemukan kumpulan
tulisan Kartini yang katanya pernah dimuat di berbagai surat kabar. Yang
intinya adalah seorang ibu adalah pendidik yang utama, karena dari tangan sang
ibu lah yang menentukan bagaimana anaknya kelak, baik, buruk di sekolah anak
hanya beberapa jam tapi sang anak tetap lah menghabiskan waktunya di lingkungan
keluarganya. Bagaimana bisa menjadikan anak maju sedangkan ibunya yang
mendidiknya saja tidak berpendidikan. Merinding saya bisa buat inti tulisan
Kartini. Apa otak saya sudah agak cemerlang? Menghela nafas #semoga saja.
Jadi itu alasan Kartini membuat
syarat ketika menikah. Tuh kan Kartini saja buat perjanjian Pra nikah. Tapi,
yang Kartini minta bukan harta gono-gini kalau sudah cerai lo ya. Karena ia
saja meninggal setelah melahirkan susalit kok mana sempet dapet harta
gono-gini. Ia minta agar ia bisa mendirikan Sekolah khusus para wanita. Wah,
benar-benar mengharukan ya? Ya, ia mengajarkan para wanita itu menjahit,
menulis, bahkan bahasa asing pun di ajari. Wah sepertinya saya kalah nih.
Kata Emantipatie yang
digaung-gaungkan wanita feminis eropa itu, kini disebarkan oleh Kartini di
Indonesia. Kelak orang akan mengenalnya sebagai emansipator. Yah, Kartini
memang memperjuangkan kesetaraan gender yang sudah dimiliki kaum feminis di
Eropa. Ia ingin wanita punya hak yang sama dalam pendidikan, dan juga bebas
mengeluarkan pendapat mereka. yang tak mungkin dilakukan wanita pada jamannya.
Tapi, lagi-lagi saya harus tersentak untuk kesekian kali. Benarkah Kartini
ingin kesetaraan gender seperti kaum feminis itu?
Lalu bagaimana dengan surat yang
ia tulis untuk sahabat penanya di
belanda itu? Surat untuk Ny Abendanon
itu benar-benar mengguncang otak saya kembali konslet.
“Sudah lewat masanya, tadinya
kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling
baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap
masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang
indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut
disebut sebagai peradaban?” (Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober
1902)
Yah, Bahkan Kartini bukanlah kaum Feminis.
Bongkar-bongkar tentang Feminisme aku sedikit menelan ludah dengan perangai
kaum feminis itu. Mungkin tak semua tapi sungguh saya saja malu
menceritakannya. Coba anda cari sendiri lah.
Jadi Emansipasi seperti apa yang
hendak diwujudkan Kartini sebenarnya? Sudah pusing, tujuh keliling pula. Dan
tadi tetanggaku ngasih komentar lagi di statusku itu bahwa statusku itu jadi
‘buletin’ di tempat kerjanya. Benarkah? Wah ada rasa bangga menyeruak di hati
ini ternyata nggak cuman 3 orang yang ngasih komentar. Kupikir dari ratusan
temanku di facebook akan banyak pendapat yang muncul. Ternyata cuman 3 orang benar-benar
membuatku tak habis pikir. Ini bukan lagi jamannya Kartini yang wanita tak bisa
menyampaikan pendapatnya tapi kenapa gak ada yang komentar? sedang Kartini saja
sampai bersujud di hadapan ayahandanya agar ia bisa meneruskan sekolah di
bangku smp seperti kakak laki-lakinya. Ini, sudah jaman milenium tapi bahkan
wanita masih tak mengerti juga makna Emansipasinya Kartini?
Kata beliau, cerita
teman-temannya adalah Kartini Masa Kini dalam pandangan Islam. Oouh aku suka
judulnya. Katanya pula teman-temannya berpendapat bahwa wanita boleh bekerja di
luar asal ia tak lupa tanggung jawabnya sebagai seorang istri dan harus
mengingat juga bahwa suami tetaplah imam dalam keluarganya. Sungguh jawaban
bijak dari ibu-ibu itu membuatku lagi-lagi tersenyum. Rasa syukur bahwa aku
tercipta sebagai seorang wanita yang kelak akan menjadi seorang ibu. Aku pikir
ibu masa kini bahkan lebih hebat dari Kartini masa dulu. Bagaimana tidak?
Mereka bekerja tanpa melupakan kewajibannya sebagai seorang ibu yang harus
mengurus rumah tangganya. Seorang nakhkoda dalam kapal yang disebut rumah
tangga ini bukan hanya bisa berkarya, membantu suami mencari nafkah, tapi masih
mendidik anaknya juga prioritasnya. Bukan seorang suami yang prioritasnya hanya
mencari nafkah,seorang wanita memiliki banyak prioritas dalam waktu yang sama.
Mengutip kata tetanggaku Kartini
Masa Kini dalam pandangan islam. Aku pikir ada benarnya juga mengapa islam
begitu memuliakan wanita. Ia tidak hanya disebut 3 kali sebelum bapak, di
kakinya juga surga berada. Tak pelak membuatku ingat bahwa wanita diciptakan
dari tulang rusuk sebelah kiri. Bukan di kepala agar ia bisa dijunjung, bukan
di kaki hingga ia harus di injak. Tapi di rusuk sebelah kiri dekat tangan
hingga ia harus dilindungi, dekat pula di hati agar ia dicintai? Masih juga
ragu Kartini? Wanita bahkan paling mudah masuk surga, hanya ketika suaminya
ridho dengannya pintu surga manapun bisa kita pilih. Ketika mengandung saja di
hargai dengan jihad fisabilillah, ketika melahirkan seluruh malaikat dan
makhluk di dunia mendo’akannya. Apa masih belum cukup? Bahwa islam adalah
sebaik-baik agama dalam memperlakukan wanita? Maaf bukan untuk mendiskriminasi
yang bukan islam ya. Karena saya beragama islam saya hanya mampu menjelaskan
apa yang ada dalam islam.
Masih ingat dialog rasulullah
dengan ummu salamah? “ya rasulullah manakah yang lebih mulia bidadari di surga
atau wanita di dunia?” tanya beliau setelah bertanya tentang bidadari surga
seperti yang ditulis dalam al qur’an. Dan jawaban rasulullah sungguh membuatku
bersyukur aku adalah wanita dunia. Karean kata beliau “wanita di dunia lebih
mulia daripada bidadari di surga karena ibadah mereka, sholat mereka,ketaatan
mereka, kepatuhan mereka. Mereka lebih mulia bahkan bidadaripun cemburu pada
mereka.” Oh itulah yang kira-kira kuingat dari buku Salim A fillah itu, karena
bukunya hilang.
Jadi, masihkah kita akan
mempertanyakan kesetaraan gender. Bahwa wanita setara dengan laki-laki dalam
hal apapun seperti kaum feminis itu? Tidak cukupkah kita dimuliakan sedemikian
rupa hingga kita harus melebihi kodrat kita sebagai seorang wanita. Bukankah
allah telah melebihkan satu dibanding dengan lainnya? Apa kita juga harus jadi
kuli bangunan seperti kaum laki-laki jika kesetaraan gender kita anggap dalam
hal apapun. Maaf, dilarang protes. Ketika kita bawa barang banyak dan ada
laki-laki hanya diam saja tanpa membantu diharap jangan marah ya. Jangan bilang
laki-laki macam apa ngliat wanita kesusahan seperti ini hanya diam saja. Dan si
laki-laki bilang ‘katanya kesetaraan gender’ hahaha. Nah loh? Gimana tuh? Jika
kita dilebihkan perasaannya dibanding laki-laki yang dilebihkan akalnya
bukankah agar kita bisa berjalan beriringan tanpa harus berlomba-lomba menjadi
yang paling utama. Jadi, Kartini Masa Kini bukanlah Kartini yang bisa melakukan
apapun sama seperti kaum laki-laki. Tapi, Kartini Masa Kini adalah Kartini yang
mampu menjadi wanita yang sesuai kodratnya. Wanita anggun tapi bukan lemah. Wallahu
a’lam bi shawab.