Tanggal 12 april 2013
Pagi ini aku dikejutkan dengan sebuah cerita dari rekan
kerjaku. Dengan suara menggebu-gebu beliau bercerita tentang menjenguk salah
seorang tetangganya tadi malam. Tadinya tak ada yang aneh dengan cerita
tersebut, tapi ketika cerita beralih ketika menjenguk anak tetangganya yang
minum ‘obat suket’ atau obat tanaman karena minta dibelikan motor. Hah?
Bagaimana bisa, hanya minta motor harus nekat minum obat itu.
Singkat cerita
karena tak juga dibelikan motor karena orang tuanya beralasan mau dijualkan
tanah dulu ia nekat minum obat itu, entah hanya karena ingin menggertak kedua
orang tuanya atau entah karena pikirannya memang pendek terjadilah kejadian
itu. Ia ditemukan kedua orang tuanya dalam keadaan ‘teler’ setelah minum obat
itu. Bagaimana jika aku adalah orang tuanya aku merinding membayangkannya.
Kasihan sekali orang tua itu, kata temanku pula mereka bukan dari keluarga yang
cukup berada. Hanya seorang tani yang harus merawat orang tuanya juga yang
lumpuh. Masya allah, dan sekarang harus mengurus anak mereka di rumah sakit.
Berapa biaya di rumah sakit pun langsung tergambar di otakku.
Temanku
marah-marah ‘gemes’ katanya sama anak itu,’wong kok gak ngelingi wong tuwone,
cupet banget pikirane’. Mungkin minder kali mbak gak punya motor. Aku memberi
opsi kemungkinan. ‘tapi kan yo dialesi dijualke tegal dek’ sanggahnya lagi. Aku
pun diam,mungkin benar. aku bersyukur aku punya orang tua yang baik. Ibuku
selalu bilang kalau aku pengen sesuatu maka aku harus berusaha sendiri dengan
begiitu aku akan tahu betapa berharganya hal itu. Aku pikir benar juga kata
ibuku dulu. Ketika aku ingin hp baru aku Cuma dibelikan hp second yang jadul
setengah mati. Tapi, kini aku bisa beli sendiri hp sesuai budgetku sendiri. Dan
sungguh itu benar-benar sangat memuaskan.
Cerita berlanjut ketika sore harinya temanku mendapat kabar
bahwa anak itu meninggal. Innalillahi wa innailaihi roji’un. Banyak orang yang
menyayangkan kejadian itu. Meninggal hanya karena ingin sepeda motor. Ia dikubur
sekitar pukul 17.00 wib. Malam hari nya aku sempat berbincang dengan sahabatku
membicarakan cerita ini. Biar bagaimanapun desa kami memang lagi heboh
membicarakannya. Sahabatku berujar ‘kasihan sekali orang tuannya dan anak itu
ya.” aku mengiyakan ‘betul juga ya’ dari tadi aku selalu berfikir dari sudut
pandang orang tuanya, aku sama sekali belum membuat kemungkinan menjadi anak
itu. ‘cara mendidik teman anak itu juga harus diperhatikan’timpal temanku itu. Ternyata
benar, sahabatku itu berfikir dari sudut pandang itu. Bisa jadi anak itu minder
sama teman-temannya di sekolah. Tak ada yang tak mungkin kan? Meski begitu,
bunuh diri juga bukan solusi. Jika setiap anak diberikan pengertian tentang
agama lebih kita perhatikan mungkin kejadian seperti tak perlu terjadi. Di sinilah
peran utama orang tua benar-benar dibutuhkan. Wallahua’lam bi shawab.
0 komentar:
Posting Komentar